
Mahasiswa
identik dengan sederet titel sosial mulai dari agent of change, agent of social control.
Bahkan, menurut sebagian besar masyarakat menyebut mahasiswa adalah orang
yang serba bisa, serba tahu berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat.
Hal ini menjadikan mahasiswa sebagai kaum elit dan terhormat dibanding
dengan kaum muda lainnya. Kaum intelektual.
Menjadi
mahasiswa tak lengkap rasanya kalau tidak mempunyai satu sifat naluri
idealisme, idealisme muncul seiring dengan kedewasaan mahasiswa itu sendiri,
ditunjang dengan lingkungan kampus yang menjadikan mahasiswa mempunyai pendirian
teguh di kala benar dan salah.
Mestinya,
idealisme akan selalu melekat dalam nurani setiap insan manusia. Dalam hidup
dan kehidupan, idealisme adalah suatu nilai yang sangat penting. Idealisme
menunjukkan adanya kehendak untuk menggapai masa depan yang lebih baik dan
bermakna bagi kehidupan. Idealisme bukan sesuatu yang sifatnya statis.
Idealisme adalah sesuatu yang dinamis dan bergerak sesuai dengan konteks
perkembangan jaman. Sebagai gambaran, idealisme bangsa di masa penjajahan
adalah memerdekakan bangsa dan idealisme di masa kini adalah bagaimana
kemampuan dan kesungguhan kita dalam mengisi kemerdekaan yang telah kita raih
itu
Beberapa
pengalaman membuktikan, idealisme seseorang itu akan berkorelasi positif dengan
bertambahnya usia seseorang. Akibatnya, wajar terjadi sekiranya di kala dirinya
muda atau tatkala menjadi mahasiswa, kadar idealismenya akan sangat tinggi, namun
setelah dirinya bekerja dan berumahtangga, maka idealisme yang dimilikinya pun
mengalami pemudaran.
Suasana
yang demikian, bukanlah sekedar omong kosong. Walau tidak berlaku universal,
umumnya mereka yang ketika menjadi mahasiswa terlihat getol berteriak dan
melakukan pengkritisan atas berbagai kebijakan Pemerintah yang dinilainya tidak
pro rakyat, namun setelah dirinya lulus dari Universitas kemudian bekerja di Pemerintahan,
teriakan-teriakannya itu mulai menghilang dan hampir tidak terdengar lagi. Dirinya
terlihat asyik dengan pekerjaan yang harus digarapnya, dan terkadang menjadi
tidak peduli lagi atas apa-apa yang tengah tercipta di masyarakat.
Terkadang idealisme
yang sangat diagung-agungkan mahasiswa tidak cukup hanya karena sadar saja,
melainkan butuh komitmen untuk menjalankannya. Mahasiswa yang berkewajiban
sebagai agent of countrol memang
mudah mengontrol penguasa. Mudah, karena tidak diposisi mereka (si penguasa).
Kalau sudah diposisi seperti itu, belum tentu mampu mempertahankan idealisme
tadi.
Salah
satu contoh kecil saja, di saat tahun ajaran baru. Ditengah kampus menaikkan
biaya perkuliahan, organ-organ intra mahasiswa yang dimana diduduki oleh
orang-orang yang idealis tadi justru ikut menaikkan biaya masuk ke organ-organ
mereka. Mereka justru penyumbang kesengsaraan pada orang tua calon mahasiswa
baru yang tergolong kurang mampu. Mereka baluti aksi mereka itu sembari
berkata, ini uang kaos, uang stiker, uang slayer, dan uang yang lainnya. Sudah
menjadi rahasia umum, fenomena tahun ajaran baru merupakan ladang basah bagi
mahasiswa lama. Tanpa disadari setiap tahunnya idealisme mahasiswa lama runtuh,
yang mereka gadaikan pada kepentingan semu.
Contoh
lainnya, ada seseorang yang dulunya adalah orang yang selalu membela
kepentingan rakyat ketika masih kuliah. Pikirannya tajam, setajam pisau,
mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintahan kala itu. Tetapi sekarang, karena
dia menggantungkan ekonomi keluarga pada sebuah bisnis yang dirintisnya
sendiri, maka lunturlah semua yang diidealkannya semasa kuliah dulu. Sogok
kanan, sogok kiri, kolusi, dan lain-lain perbuatan tercela dilakukannya demi
memperoleh order untuk perusahaannya. Dia bisa saja berkilah kalau perusahaan
bangkrut, maka banyak karyawan yang akan di PHK. Ujung-ujungnya rakyat kecil
juga yang kena.
Selain itu jika di gambarkan, mahasiswa jaman sekarang
hanya memikirkan 3K yaitu kekuasaan , kepentingan dan keuangan / uang. Tiga
pilar tersebut seolah telah membutakan pikiran dan arah perjuangan mahasiswa
untuk memperjuangkan hal-hal yang patut untuk diperjuangkan. Berbeda dengan
mahasiswa jaman dahulu seperti angkatan 80-an sampai era 90-an dimana
transformasi perjuangan mahasiswa disini dilakukan untuk tujuan yang jelas
tanpa ada embel-embel apapun. Idealisme yang mereka bawa pada saat itu
mempunyai satu tujuan yang sama yaitu keadilan, kebebasan dan kemakmuran yang
lebih baik. Tidak ada kata lain selain tiga hal tersebut yang diperjuangkan.
Idealisme mahasiswa kala itu adalah idealisme yang benar dan bertanggung jawab
dalam kacamata kebenaran tujuan dan arah pergerakan mahasiswa.
Idealisme era sekarang dan dulu sudah tidak sama lagi
dalam konteks perjuangan dan pergerakan mahasiswa dalam berpikir dan bertingkah
laku, terjadi pergeseran amat jauh dari beberapa segi kehidupan yang ada mulai
dari kebebasan yang tak bertanggung jawab sampai pada masuk ke ranah hal-hal
yang terlewat batas norma perilaku kehidupan sehari-hari.
Di
sinilah pentingnya berkaca dari masa lalu. Semangat intelektualitas di era
80-an mesti dihidupkan kembali. Semangat perjuangan dan pergerakan mahasiswa dalam menyuarakan “benar
katakan benar dan salah katakan salah", yang lantas melahirkan kritisisme,
kepekaan sosial, dan idealisme tinggi.
Seharusnya keberadaan mahasiswa yang menjadi salah satu bagian dari
‘pemuda’ akan mampu memberikan sumbangsih yang pada akhirnya membawa
kebermanfaatan bagi diri kita secara pribadi, orang lain, bangsa Indonesia, dan
agama yang kita yakini. Terdengar klise memang. Tapi tak ada salahnya
berpikiran seperti itu. Baiknya idealisme yang kita semua agung-agungkan itu tidak
akan luntur setelah kita terlepas dari status sebagai mahasiswa dan terjun di
kehidupan yang sesungguhnya.
Namun
jika berpikir secara minimalis, setidaknya mereka yang saat ini tidak idealis,
pernah menjadi idealis dan berjuang dengan tulus untuk rakyat, untuk perubahan,
daripada tidak pernah menjadi idealis sama sekali, walaupun diujung cerita
jalan hidup menentukan yang berbeda. Setidaknya mereka telah berhasil
menumbangkan sebuah tirani orde baru, walaupun akhirnya mereka terlibat dalam
pembentukan tirani berikutnya.